Pembukaan rapat oleh yang punya gawe, kendati mengandung berbagai unsur basa-basi
yang
standar, ternyata cukup penting. Sebab, di sinilah kesempatan terbesar
bagi manajer untuk menunjukkan kebolehannya. Sistematika berpikir,
kejelasan dalam berbicara, serta daya persuasifnya dalam mengetengahkan
sesuatu sebagai permasalahan yang penting, semua terlihat pada tahapan
ini. Penampilan pada saat awal ini, baik-buruknya, bisa-bisa mewarnai
sisa proses rapat yang bisa sampai dua jam itu.
Sebagai
layaknya sebuah rapat, maka biasanya ada tiga sampai enam menit yang
tersedia bagi pimpinan sidang untuk menguraikan permasalahan. Semacam
pengarahan atau orientasi bagi semua peserta. Kesempatan berbicara ini
hendaknya meliput hal-hal berikut ini:
• sasaran pertemuan/rapat,
• prosedur pembicaraan yang akan dianut,
• sejarah dan dinamika permasalahan,
• konsekuensi yang diperkirakan bakal muncul,
• berbagai jalan keluar yang sementara ini terlintas,
• aneka kendala yang dihadapi,
• agenda yang telah diedarkan dan bersifat tentatif,
• tawaran untuk menyempurnakan agenda,
• dan penunjukan seorang notulen, terutarria untuk mencatat apa saja yang disepakati oleh peserta rapat.
• prosedur pembicaraan yang akan dianut,
• sejarah dan dinamika permasalahan,
• konsekuensi yang diperkirakan bakal muncul,
• berbagai jalan keluar yang sementara ini terlintas,
• aneka kendala yang dihadapi,
• agenda yang telah diedarkan dan bersifat tentatif,
• tawaran untuk menyempurnakan agenda,
• dan penunjukan seorang notulen, terutarria untuk mencatat apa saja yang disepakati oleh peserta rapat.
Usai
memberikan orientasi ini maka diskusi pun meluncur. Sebagai pimpinan
pertemuan, maka tugas utama adalah untuk menjaga agar pembicaraan
berjalan lancar. Tugas penting lainnya adalah untuk memancing pendapat
dan pandangan para peserta. Tentunya, sebagai manajeryang menghadapi
persoalan, tak melulu ia hanya mengatur lalulintas pemoicaraan tetapi
juga ikut di dalamnya. Malah, kerap kali omongannya dibutuhkan agar
perspektif yang jernih dari permasalahan dapat dipertahankan.
a). kecenderungan untuk mendominasi forum pembicaraan,Manajer yang menghadapi permasalahan harus menahan dua dorongan yang seringkali muncul dalam kedudukannya sebagai pimpinan pertemuan, yakni:
b). kecenderungan untuk memaksakan penda-patnya melalui dominasinya terhadap peserta rapat yang nota bene bawahannya itu.
Memang,
demi lancar dan lurusnya pembica¬raan, manajer perlu melakukan
intervensi; memotong pembicaraan orang bila tidak relevan atau menuntut
penjelasan atas suatu lontaran yang kabur. Namun, ini pun hendaknya
dilakukan dengan diplomatis agar tidak “memadamkan” semangat bicara
mereka yang terkena in-tervensi.
Pembicaraan
hendaknya diarahkan agar menuju pada semacarh kesimpulan. Bila suatu
kesimpulan sudah disepakati untuk suatu masalah, pindah ke hal lain
untuk dibahas lebih lanjut. Kendati kesepakatan itu penting, janganlah
dipaksakan. Kesepakatan yang tidak matang atau semu malah berbahaya
karena mempengaruhi komitmen pada saat implementasi keputusan rapat.
Pihak yang merasa dipaksa setuju akan setengah hati dalam melaksanakan
bagian tugasnya yang muncul dari rapat.
Rapat
segera bisa diakhiri bila permasalahan-permasalahan yang ada sudah
dibahas dan diperoleh konsensus penyelesaiannya. Demikian pula dengan
tindak lanjutnya. Tinggal pimpinan sidang menegaskan kembali satu per
satu kesepakatan itu dan memastikan siapa-siapa yang akan melakukan hal
apa saja. Beri tahu bahwa hasil rapat secara detail akan diedarkan dan
pengawasan pelaksanaan akan segera mulai. Lalu, tanpa banyak basa-basi,
tutup rapat dengan senyum pertanda bahwa salah satu tugas sebagai
manajer memimpin rapat telah dilakukan dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar